Ketua Bawaslu OKI Paparkan Pentingnya Kode Etik dalam Penyelenggaraan Pemilu pada Bimtek KPU OKI

PalembangRealnews Sumatra – Ketua Bawaslu OKI, Romi Maradona, hadir sebagai narasumber dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Tata Cara Penegakan Kode Etik bagi Badan Adhoc se-Kabupaten OKI yang digelar oleh KPU OKI di Palembang. Dalam kesempatan tersebut, Romi memaparkan pentingnya Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) sebagai pedoman yang wajib diikuti oleh setiap pihak yang terlibat dalam proses pemilu.

“Kode Etik memiliki peran krusial dalam menjaga integritas, transparansi, serta kepercayaan publik terhadap proses pemilihan. Kode etik ini juga bertujuan untuk mencegah potensi penyalahgunaan wewenang dan memastikan bahwa penyelenggaraan pemilu berlangsung dengan prinsip yang mendasari demokrasi,” jelas Romi Maradona dalam pemaparan yang dihadiri oleh seluruh Badan Adhoc di Kabupaten OKI.

Romi juga menguraikan 13 prinsip kode etik yang wajib dipatuhi oleh para penyelenggara pemilu. Beberapa prinsip utama yang dijelaskan meliputi mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien. Menurut Romi, prinsip-prinsip ini menjadi dasar penting dalam menjaga keberlangsungan proses pemilu yang berkualitas.

Dalam penjelasannya, Romi mengidentifikasi tiga aspek utama dalam implementasi kode etik penyelenggara pemilu:

  1. Sosialisasi dan Pendidikan – untuk memastikan pemahaman yang memadai terhadap tanggung jawab dan kewajiban setiap penyelenggara pemilu.
  2. Pengawasan dan Penegakan – agar seluruh pihak yang terlibat mematuhi kode etik selama proses pemilu berlangsung.
  3. Evaluasi dan Perbaikan – untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan setelah tahapan pemilu.

Namun, Romi juga mengakui bahwa penerapan kode etik sering menghadapi beberapa tantangan. “Kurangnya pemahaman tentang peraturan kode etik, pengawasan yang belum optimal, resistensi dari pihak-pihak tertentu, serta keterbatasan sumber daya manusia menjadi kendala utama dalam penegakan kode etik,” ungkapnya.

Salah satu pelanggaran yang kerap dijumpai dalam praktik di lapangan adalah terkait dengan netralitas penyelenggara pemilu. Romi menilai bahwa maraknya dugaan pelanggaran kode etik sering kali disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap aturan, sumpah janji penyelenggara, serta sanksi yang dapat dikenakan kepada pelanggar kode etik.

Dengan penegakan kode etik yang ketat, Romi berharap integritas dan kepercayaan publik terhadap proses pemilu di Kabupaten OKI, khususnya pada Pilkada 2024, dapat terjaga dengan baik.(Ril/Acm)

Diberdayakan oleh Blogger.