PWI Pusat Tegaskan Pasal 8 UU Pers Konstitusional, Tapi Butuh Penguatan Implementasi
Jakarta, realnewssumatera.com Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menegaskan bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers tetap relevan dan konstitusional, namun membutuhkan penguatan dalam tataran implementasi agar perlindungan hukum bagi wartawan dapat terwujud secara nyata di seluruh Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum PWI Pusat, Akhmad Munir, dalam keterangannya sebagai pihak terkait dalam sidang uji materiil UU Pers di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (21/10/2025).
Dalam keterangan resminya, PWI menjelaskan bahwa substansi Pasal 8 UU Pers — yang menyatakan “dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum” — merupakan norma dasar penting dalam menjaga kemerdekaan pers dan keselamatan wartawan. Namun di lapangan, penerapannya masih menghadapi berbagai kendala, baik dari aspek kelembagaan, koordinasi, maupun pemahaman aparat penegak hukum.
“Permasalahan bukan pada substansi pasalnya, tetapi pada lemahnya pelaksanaan dan koordinasi antar-lembaga dalam menjamin perlindungan hukum bagi wartawan,” ujar Akhmad Munir di hadapan majelis hakim konstitusi.
PWI menyoroti sejumlah kasus yang menunjukkan belum efektifnya perlindungan terhadap wartawan, seperti kasus Nurhadi (Tempo, 2021) yang mengalami kekerasan saat meliput perkara korupsi, pembunuhan Demas Laira di Sulawesi Barat (2020), kriminalisasi wartawan di Banyuwangi (2023), serta ancaman digital terhadap wartawan perempuan di Makassar (2024).
Menurut PWI, lemahnya implementasi di lapangan menunjukkan perlunya mekanisme operasional yang jelas dan tegas antara aparat penegak hukum, Dewan Pers, dan organisasi profesi wartawan.
“Perlindungan hukum bagi wartawan harus dimaknai luas — mencakup perlindungan dari ancaman fisik, digital, hingga kekerasan berbasis gender,” tegas Munir.
PWI juga menekankan bahwa perlindungan hukum tidak berarti memberikan kekebalan hukum kepada wartawan. Wartawan tetap harus tunduk pada hukum dan Kode Etik Jurnalistik, namun tidak boleh dipidana atas karya jurnalistik yang sah dan telah melalui mekanisme pers sebagaimana diatur dalam UU Pers.
Lebih lanjut, PWI mendesak agar negara hadir secara aktif dalam menjamin perlindungan hukum bagi wartawan. Perlindungan tersebut, kata Munir, merupakan tanggung jawab negara, bukan hanya masyarakat atau organisasi profesi.
Dalam bagian penutup keterangannya, Akhmad Munir berharap Mahkamah Konstitusi dapat memberikan tafsir konstitusional yang memperkuat peran negara dan memperjelas koordinasi antar-lembaga agar wartawan terlindungi dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
“Kemerdekaan pers adalah bagian tak terpisahkan dari hak konstitusional warga negara untuk memperoleh informasi sebagaimana dijamin Pasal 28F UUD 1945,” kata Munir.
“Dengan dukungan tafsir konstitusional yang kuat, Pasal 8 UU Pers akan semakin bermakna dalam menjamin kemerdekaan pers yang beretika, berkeadilan, dan bermartabat,” tambahnya.(Ril/Fei)